Beyond Skyline (2017)
Beyond Skyline dibuka ketika seorang perempuan (Lindsey Morgan) tengah terbaring dalam perawatan, yang identitasnya gres terungkap pada penghujung. Bahkan besar kemungkinan "rahasia" tersebut sanggup penonton pahami di pertengahan, ketika tanpa urgensi, sang perempuan sekilas muncul lagi, memperlihatkan betapa buruknya naskah buatan Liam O'Donnell yang juga menduduki bangku sutradara. Dan serupa The Brothers Strauese, duo sutradara Skyline, walau O'Donnell bukanlah pencerita handal, kisah fiksi ilmiah mengenai alien kentara merupakan passion-nya.
Itulah mengapa tatkala efek visualnya buruk, O'Donnell bisa mengemas momen invasi secara menghibur, membangkitkan sisi kanak-kanak kalangan penonton menyerupai saya, yang terobsesi akan makhluk absurd berukuran masif. Tidak peduli seberapa besar perjuangan anggota LAPD berjulukan Mark (Frank Grillo) untuk melindungi Trent (Jonny Weston) dalam kekerabatan renggang ayah-anak yang dipaparkan dangkal, perhatian tetap tertuju pada alien pemburu otak insan dan ibu hamil yang menyerang dengan mecha berwujud monster raksasa. Dalam semangat film kelas B, O'Donnell tak segan menampilkan mereka di siang bolong walau kurang didukung CGI memadahi.
Namun itu hanya aktivis sementara. Perlu jalinan kisah menarik, intensitas, atau agresi seru demi menjaga atensi penonton. Beyond Skyline lemah terkait ketiganya. Alurnya setipis kertas, apalagi begitu Mark dan kawan-kawan singgah di pesawat luar angkasa, berputar di lingkup "Frank Grillo berjalan menyusuri satu per satu ruangan" dan "alien memandangi layar". Sekalinya adegan agresi merangsek, O'Donnell gagal memanfaatkan maskulinitas Grillo, yang kita ingat betul sanggup merepotkan Captain America di The Winter Soldier hingga memikul beban menghidupkan The Purge: Anarchy seorang diri.
O'Donnell bersama sinematografer Christopher Probst kurang cakap mengemas sudut kamera agar adegan agresi tereskalasi dari sebatas baku hantam generik menjadi sajian pemacu adrenalin. Demikian pula bumbu horor/thriller yang urung mencapai kengerian tinggi sebagaimana dijanjikan momen klaustrofobik sewaktu Frank dan Audrey (Bojana Novakovic) mendapatkan pesan misterius untuk jangan menatap sinar. Bicara soal Bojana Novakovic, sayangnya sang aktris kerap melucuti potensi tensi akhir akting kaku dengan teriakan-teriakan yang tidak terperinci maksudnya.
Penulisan O'Donnell tambah berserakan tatkala coba melebarkan mitologi, menyerupai ketiadaan paparan mengenai otak insan yang sanggup melawan kontrol alien. Bahkan guna mencapai titik terbaik film, tepatnya ketika setting berpindah ke Laos (pengambilan gambar dilakukan di Yogyakarta dan Batam), Beyond Skyline harus terlebih dahulu melewati bermacam-macam bentuk penulisan naskah buruk, sebutlah perselisihan abdnegara lokal melawan kartel narkoba pimpinan Sua (Iko Uwais) yang sekedar tempelan, hingga fakta bahwa insiden di dua lokasinya bagai dua kisah berbeda yang dipaksa menyatu.
Bukan didorong nepotisme, tetapi Iko Uwais dan Yayan Ruhian memang aspek terbaik Beyond Skyline. Aksi keduanya hadir agak terlambat dan terlampau singkat, namun mendapati mereka menghabisi sederet alien disokong koreografi garapan Yayan Ruhian menghasilkan kepuasan penebus segala kelemahan sebelumnya. Ini menegaskan, betapa Iko juga Yayan sanggup seketika melambungkan kualitas suatu sajian laga, termasuk Beyond Skyline yang berakhir sebagai B-movie menghibur, atau setidaknya guilty pleasure.