-->

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Happy Death Day (2017)

"It's my birthday, and I'm gonna pick up the phone". Lirik nada dering super catchy tersebut pasti menempel erat, baik di kepala penonton maupun Theresa alias Tree (Jessica Rothe) si tokoh utama. Bagaimana tidak? Lagu itu setia menyambut Tree bangkit dari tidurnya, di satu pagi yang sama secara berulang-ulang dalam film yang mempertemukan unsur time loop ala Groundhog Day dengan slasher remaja tamat 90-an macam Scream hingga I Know What You Did Last Summer ini. Dan ibarat judul-judul itu melambungkan Neve Campbell dan Jennifer Love Hewitt, Happy Death Day bakal mendorong popularitas Jessica Rothe yang sempat pula memainkan tugas kecil di La La Land.

Tree mewakili ciri atau tepatnya stereotip mahasiswi anggota sorority: angkuh, tidak ramah, sangat memperhatikan penampilan. Diperlihatkan terang oleh adegan pembuka berupa rutinitas Tree, dari terbangun di kamar Carter (Israel Broussard) sesudah mabuk berat semalaman, membuang cupcake selaku kejutan ulang tahun untuknya yang dibentuk Lori (Ruby Modine) si teman sekamar, hingga berselingkuh dengan dosen. Alhasil ketika di malam hari sosok bertopeng membunuhnya, kita tahu bahwa semua orang ialah tersangka yang punya motif. Bersama Tree yang kembali terbangun dan menjalani hari kematiannya terus menerus, kita digiring pada teka-teki mengenai identitas pelaku.
Tree percaya bulat waktu tersebut hanya akan berhenti begitu jati diri pelaku terungkap. Setiap kesempatan ia pakai guna mencari petunjuk sembari berusaha menyelamatkan diri. Tapi naskah garapan Scott Lobdell kurang memanfaatkan konsep time loop, baik dalam perihal pencarian petunjuk atau variasi situasi. Satu per satu janjkematian seharusnya menjadi proses tokohnya berguru memecahkan misteri sekaligus mengakali sang pembunuh. Namun seolah ikut terjebak di repetisi waktu, Happy Death Day sekedar mengulang janjkematian Tree dengan modifikasi minim signifikansi yang lebih banyak didominasi hanya mengubah lokasi kematian. Padahal, terdapat setumpuk probabilitas yang menarik dimainkan secara kreatif.

Filmnya pun cukup lemah soal presentasi slasher dan trik menakut-nakuti. Sutradara Christopher B. Landon yang berpengalaman menulis empat seri Paranormal Activity mengandalkan segelintir jump scare medioker tanpa ketegangan plus metode pembunuhan tak kreatif (salah satu daya tarik slasher) yang makin kehilangan tenaga akhir perjuangan mendapat rating PG-13. Bisa ditebak, eksekusinya terlampau jinak di mana blackout sesaat sebelum Tree terbunuh jadi andalan. Menariknya, Landon dan Lobdell justru lebih piawai bersenang-senang menangani situasi komedik ketimbang ketegangan serius sisi horornya. 
Bergerak lambat di paruh pertama, memasuki 40 menit durasi, diawali montage saat Tree mulai menyesuaikan diri di bulat waktu diiringi Confident milik Demi Lovato, Happy Death Day pun mulai menemukan pesonanya. Pengadeganan Landon dibantu penyuntingan oleh Gregory Plotkin berubah dinamis, sementara Lobdell bagai terfasilitasi menuangkan sederet banyolan, semisal "Stop staring at me like I just took a dump on your mom’s head" selaku respon Tree atas kebingungan Carter kala mendengar ceritanya ihwal time loop, yang bukan tidak mungkin jadi salah satu kalimat paling lucu tahun ini.

Tapi highlight film ini tentu Jessica Rothe. Melalui ucapan pedas atau lontaran bernada ironi khas komedi gelap lewat gaya deadpan, kemampuan menyulap kata-kata sederhana (contoh: Silence!) terdengar menggelitik pula adorable, hingga ketepatan mulut yang menciptakan adegan mengintip pun nampak begitu lucu, Rothe melapangkan jalan untuk "naik kelas". As a "scream queen", every scream is an over-the-top, hillarious hysteria. Happy Death Day membalut kisahnya dengan drama soal menjadi seseorang yang lebih baik demi masa depan yang lebih baik. Kini masa depan terlihat amat benderang bagi Jessica Rothe. 

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel