Kingsman: The Golden Circle (2017)
"Manners maketh man". Baris kalimat ini menjelaskan popularitas Kingsman, di mana para laki-laki bersetelan jas rapi, menjaga perilaku dan perkataannya, berjibaku sebagai jasus yang bersahabat dengan kekerasan pula seksualitas tinggi. Rupawan, dibekali persenjataan canggih, brutal menghabisi musuh, gampang menaklukkan hati perempuan terang mimpi banyak pria. James Bond pun digemari alasannya itu, dan kala tiga tahun kemudian Kingsman: The Secret Service selaku pembiasaan komik karya Dave Gibbons dan Mark Millar memalsukan kadar ragam faktor tadi, perolehan 414 juta dollar jadi kewajaran.
Masih digawangi Matthew Vaughn, The Golden Circle mempertahankan apa yang dicari penonton semenjak menit pertama dikala Eggsy (Taron Egerton) terlibat perkelahian sengit melibatkan kejar-kejaran kendaraan beroda empat di jalanan kota, baku tembak di dingklik penumpang, tangan robot, juga aksi-aksi lain yang melawan logika, melawan Charlie (Edward Holcroft), mantan trainee Kingsman yang membelot. Anarkisme Vaughn menggarap agresi lewat pergerakan kamera liar dan para tokoh melakoni stunt di luar nalar yang menciptakan mereka bagai pahlawan paling keren jadi pemandangan rutin yang alih-alih berujung repetitif, justru konsisten menambah tenaga, menekan penurunan tensi selama 141 menit durasi.
"Mustahil" dan "berlebihan" merupakan dua kunci kemenangan seri Kingsman. Sehingga keberadaan penjahat dengan rencana berskala global pemicu kepanikan massal yaitu kewajiban. Kali ini Kingsman dihadapkan pada Poppy Adams (Julianne Moore) pemilik organisasi pengedar narkoba terbesar berjulukan The Golden Circle yang eksistensinya tersembunyi. Bukan saja menebar teror ke seluruh dunia, Poppy pun bisa menekan Kingsman hingga titik terbawah, memaksa Eggsy dan Merlin (Mark Strong) meminta tunjangan Statesman, organisasi jasus Amerika berkedok sentra penyulingan whiskey di Kentucky. Dari sini keduanya menemukan kemustahilan berikutnya, yakni masih hidupnya Harry (Colin Firth) pasca kepalanya tertembak di film pertama.
Dibanding pendahulunya, The Golden Circle menurunkan kadar parodi cerdik untuk film-film spy khususnya James Bond meski unsur-unsur ibarat gadget super canggih tetap dipertahankan. Jane Goldman bersama Matthew Vaughn merangkai dongeng generik seputar usaha menggagalkan rencana penjahat keji sembari menyelipkan subplot berupa dua bentuk hubungan Eggsy, dengan Harry sang mentor, dan kekasihnya, Tilde (Hanna Alstrom) si Puteri Swedia. Namun kombinasi rentetan agresi dinamis, kekerasan hiperbola dikala Vaughn begitu enteng memasukkan badan insan ke mesin penggiling, alat-alat imajinatif, hingga koreografi yang mendorong karakternya ke status keren tertinggi memudahkan kita melupakan alur tipisnya.
The Golden Circle dibantu ensemble cast yang mampu menghasilkan bobot pada momen sekecil apapun. Taron Egerton solid, bahkan sempat sekilas memamerkan sensitivitas rasa kala mengenang Harry. Channing Tatum walau porsinya terbatas, memperoleh kesempatan mengundang tawa lewat tariannya. Colin Firth masih seorang laki-laki sejati. While Harry isn't in his best form, Firth is. Sedangkan Julianne Moore piawai memainkan psikopat yang bisa tersenyum santai memandang final hidup berdarah orang lain. Tapi Elton John sebagai versi fiktif dirinya yaitu pencuri perhatian terbesar. Memakai kostum-kostum abnormal plus elemen kejutan di tiap kemunculan, ia mewakili semangat komedi The Golden Circle, yang serupa aspek lain, mengedepankan absurditas.
Kingsman: The Golden Circle boleh menempuh jalur semaunya dalam parade agresi penuh gaya Vaughn. Tapi di balik segala kekerasan dan bumbu sensualitas rating R miliknya, Vaughn dan Goldman justru membangun dunia faktual di mana pelaku tindak kejahatan kemanusiaan dibabat tanpa kecuali termasuk Presiden negara adidaya, perang melawan narkoba berujung kemenangan mutlak, serta berhasil terealisasikannya percintaan beda kasta. Dilengkapi semuanya, film ini memantapkan posisi Kingsman sebagai franchise yang menampung banyak impian-impian penonton, menghidupkannya melalui jalan unik.